Minggu, 03 Juli 2016

Mengenal Pesta Adat Uman Undrat

Pagi itu, jalanan masih agak basah. Sepanjang jalan yang telah diperkeras dengan batako ataupun beton masih didapati kubangan air. Terlebih bahu jalan yang tidak diperkeras, becek. Rupanya hujan semalam masih menyisakan sedikit kuasa basahnya. Tidak seperti biasa. Hari itu (21/5), banyak orang terlihat lebih sibuk. Mereka berlalu lalang di jalanan desa. Beberapa di antara mereka tidak mengenakan busana sehari-hari, tetapi mengenakan pakaian adat. 

Terlihat beberapa laki-laki mengenakan sapei sapaq, lengkap dengan mandau, sedangkan para wanita memakai ta’a. Banyak juga warga yang berkumpul di muka bangunan kayu persegi panjang, tepat di sekitaran papan yang bertulis Lamin Adat Dayak Kenyah Desa Budaya Lung Anai Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, provinsi Kalimantan Timur. 

Dinding bagian luar lamin adat dibalur rupa garis yang memanjang dari ujung ke ujung, sedangkan bagian dalam ruang juga menampak gambaran yang sama. Banyak garis lengkung menjulur dan menyambung satu sama lain seperti tali yang menyatukan dan menjalin tiap bagian. Rupanya bagian dalam bangunan itu cukup luas, sekitar 12 x 25 meter. Cukup untuk menampung seratusan kursi yang ditata agak berdekatan. Bagian tengah ruangan itu dibiarkan kosong.

Mereka bukan berkumpul untuk sekadar nongkrong, melainkan hendak merayakan Uman Undrat (pesta panen). Pesta adat panen raya suku Kenyah itu dilakukan setiap tahun setelah lepa atau (sesudah panen padi) pada Mei atau Juni. Tujuannya, sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Kenyah kepada Tuhan atas berkat dan rahmat yang diberikan berupa hasil panen padi. 

Pesta adat itu diawali dengan penyembelihan babi. Babi terbaik yang diperoleh dari pemburuan beberapa hari sebelumnya dikorbankan sebagai wujud syukur atas hasil panen yang melimpah. Babi diangkat dan kepalanya dipancakkan pada dua galah bersilang. Kepala Adat Lung Anai Ismail Lahang kemudian menyembelih babi tersebut sambil membaca doa-doa. Dahulu, darah babi tersebut kemudian dipercikkan ke tanah. Darah babi dipersembahkan kepada para Bali (roh) yang dipercaya masyarakat Kenyah sudah berjasa memberikan perlin­dungan dan tanah yang subur bagi mereka untuk berladang.

Pemotongan babi sekaligus menandai dimulainya acara. Setelah prosesi potong babi, sebagian orang yang hadir beralih ke dalam lamin adat. Sebagian lagi menggotong lesung ke dalam lamin. Beramai mereka mengangkat lesung panjang dari kayu bulat utuh. Prosesi ini ialah simbol kebersamaan dan kegotongroyongan. 

Puncak acara dari panen raya ini ialah prosesi Mecaq Undat. Mecaq Undat mengandung arti menumbuk dengan alu supaya beras menjadi halus. Setelah diletakkan di tengah ruang lamin, lesung kemudian diisi beras. Para wanita bersiap memukul lesung. Selang beberapa lama, semua yang hadir pun dipersilakan berturut dalam Mecaq Undrat.

Meko Undat
Setelah beras tadi di tumbuk, selanjutnya ialah Meko Undat. Proses ini dimaksudkan untuk mengayak beras dan memisahkan beras halus dan beras kasar. Betapa pun tumbukan beras, tetap saja akan ada beras yang luput dari tumbukan. Proses mengayak menggunakan alat ayakan tradisional suku Dayak yang terbuat dari bahan bamboudan rotan. Mengayak atau ngulek dalam bahasa Kenyah ialah hal sakral. Tidak bisa dilakukan sembarangan sebab hanya boleh dilakukan para wanita yang dituakan. 

Prosesi selanjutnya ialah memasukkan tepung dalam wadah yang terbuat dari ruas bambu muda berdiameter sekitar 3 cm. Bambu itu telah dipotong bagian atasnya untuk jalan masuk tepung. Bambu berisi tepung ini dinamakan Undrat. Di luar lamin, telah tersedia kayu bakal arang. Disamping tumpukan arang, terdapat dua bambu memanjang yang ditopang kedua ujungnya. Lalu, bambu-bambu yang sudah berisi adonan tepung ditata dalam dua baris.

Proses bakar ini dinamakan pesak undrat. Selama dibakar, Undrat dibolak-balik agar matang rata. Pesak undrat atau memasak undrat dilakukan para kaum adam/lelaki. Di tempat masak undrat tersedia tempayan panjang agar warga memiliki kebersamaan dan kegotongroyongan. “Kami dari nenek moyang sudah gotong royong. Karena sudah mendarah daging gotong royong,” terang Kepala Adat Desa Lung Anai Ismail Lahang. 

Setelah matang, undrat dibawa masuk lagi ke lamin. Proses berikutnya ialah Undrat Au. Prosesi ini dilakukan dengan mengikis peralatan dapur. Hasil kikisan tersebut lalu ditempatkan pada peristirahatan leluhur beserta undrat. Tujuan prosesi ini ialah agar para arwah juga turut menikmati hasil panen bersama keluarga dan masyarakat. Setelah prosesi itu, tibalah bagian akhir acara. 

Potongan bambu berisi tepung beras yang sudah masak dimakan bersama-sama. Undarat mempunyai rasa yang khas, yakni gurih, manis, dan harum daun nangka. Mirip seperti rasa kue putu, hanya lebih harum. Semua warga dan tamu-tamu yang ada makan undrat bersama-sama, dengan hati yang gembira, penuh syukur bahwa terbukti hasil pekerjaan warga berhasil dan dapat dinikmati. Itulah Uman Undrat.(M-2)

Penulis : Abdillah M. Marzuqi
www.mediaindonesia.com