Minggu, 31 Juli 2016

Kendi, sang Penanda Peradaban

Bentuknya sederhana pada awal kemunculannya. Namun, seiring waktu berjalan, ia pun berubah. Ia tidak lagi seperti dulu. Ia mengikuti alur pikir manusia yang senantiasa berkembang. Bahkan saat ini, ia telah mengalami perluasan fungsi. Dari hanya tempat menyimpan air minum, ia menjelma menjadi penanda peradaban. Kendi tegar berdiri menapak pada alasnya yang datar, seperti ia menapak pada tiap masa peradaban, menjadi penanda dari proses perubahan, dan perkembangan pemikiran manusia.

Bermula dari rasa haus dan hasrat mereguk air esensi dari kehidupan, setangkup telapak tangan tak cukup menadah air pelepas dahaga itu. Lalu muncullah kendi. Awal kemunculannya hanya punya satu lubang. Tempat masuk dan keluar tidak dibedakan. Sungguh seserhana. 


Namun, siapa sangka bentuk sederhana itu nyatanya punya andil besar. Berdasarkan catatan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, kendi Nusantara menunjukkan begitu bervariasi rupa dan ragamnya. Kapan sebenarnya kendi mulai dikenal di Nusantara? Dalam catatan penemuan arkeologis, sejak 4.000 tahun lalu barang tanah liat poles warna merah mulai digunakan penduduk Kepulauan Nusantara.

Mewakili era itu ialah Situs di Leang Tuwo Manee, Maluku Utara. Pada zaman itu, koloni Austronesia mulai menghuni kepulauan. Mereka mulai hidup menetap, menjinakkan binatang, serta bertani bijian dan umbi. Kendatipun barang tembikar sudah dibuat, bentuk kendi tanah liat belum dikenal. Mereka baru menggunakannya untuk pengolahan makanan, seperti periuk dan tutupnya.

Seri penemuan kendi juga mulai muncul ketika perkakas logam mulai dikenal. Masa menjelang sejarah ditulis. Beberapa penemuan itu antara lain di Kerici, yaitu ditemukan kendi berbentuk botol yang dipoles warna merah dan dihias gores geometris pada lehernya yang pendek. 

Di Pantai Utara Jawa, kendi juga ditemukan di Buni yang berlokasi antara Bekasi dan Karawang. Ciri kendinya tanpa cerat leher tinggi bergelang, badannya kerucut terpotong; bentuk lain leher pendek, serta bentuk kepala setangkup kerucut dihiasi panil bergores berisi titik-titik dan binatang.

Kendi juga ditemukan di Situs Gilimanuk, Bali. Kendi itu difungsikan sebagai bekal kubur dengan bentuk tanpa cerat dan leher serupa kendi Buni. Badannya setengah bulat, dasar cembung. Berdasarkan penanggalan situs penemuan, kendi-kendi itu diperkirakan berasal dari abad pertama sampai 200 Masehi.

Kendi masa prasejarah
Ia punya badan cembung dengan tinggi menyudut di bagian tengah (proses sambungan). Badannya juga mengecil ke ujung, tanpa corot. Kendi ini ditemukan di Rengasdengklok dan diperkirakan dari abad ke-1. Masih dari Rengasdengklok, juga ditemukan kendi masa prasejarah abad ke-1. Kendi ini punya badan silindris mengecil ke bagian atas. Dasarnya datar. Lehernya tinggi menyudut di bagian tengah hasil dari proses persambungan. Badannya dihias dengan garis-garis geometris.

Juga ditemukan kendi tembikar masa prasejarah di Liang Bua, Flores Barat. Kendi ini diperkirakan dari abad ke-1. Badannya bulat seperti disambung di bagian tengah hingga bersudut. Bagian bawah sedikit cembung. Leher tinggi dan sedikit menggelembung di bagian tengahnya. Ujung tepian tegak yang digunakan untuk memasukkan air dan mengeluarkan air. Permukaan halus dan mengilap hasil proses upam.

Berlanjut pada penemuan kendi pada masa kerajaan Majapahit, terdapat beberapa kendi yang ditemukan di Trowulan. Diperkirakan kendi-kendi itu berasal dari abad ke-12-13-an. Pertama, kendi berwarna krem, bentuk seperti labu badan berganda. Corotnya melengkung dengan cincin diujungnya. Kendi ini dibuat dari bahan glasir hematit merah. Ia punya leher pendek dan ujung mulut melebar ke samping seperti payung.

Kedua, kendi Majapahit berbahan tembikar putih. Badannya cembung hampir membulat. Lehernya panjang mengecil ke atas dan bagian tengah bercincin. Ujung mulut tepian melebar seperti payung. Corot panjang lurus mengecil ke ujung. 

Ketiga, kendi Majapahit berwarna kemerahan. Badan cembung. Le­hernya pendek. Ia punya gelang antara badan dan leher. Bagian tengah leher juga bergelang melebar seperti payung. Tepiannya tegak. Corotnya cembung mengerucut pendek, bergelang di bagian ujung, dan mengecil. 

Keempat, kendi susu warna merah. Permukaannya halus hasil dari proses upam. Badannya cembung membulat dengan hiasan garis-garis vertikal timbul. Lehernya panjang bercincin antara badan dan leher. Ujung leher melebar seperti tutup yang telungkup, tepian tegak.

“Kendi berkembang mengikuti geliat zaman,” begitu menurut Sony C Wibisono dalam pameran berjudul Kendi Kundi Kuno Kini pada Juni lalu. Artinya, kendi tak semata wadah fungsional, makna sosial budaya juga disematkan pemakainya. Kendi akan berkembang mengikuti perubahan pemikiran masyarakat pada masanya. 

Bentuknya memang sederhana pada awal kemunculannya. Namun, seiring waktu berjalan, ia pun berubah. Ia tidak lagi seperti dulu. Ia mengikuti alur pikir manusia yang senantiasa berkembang. Bahkan saat ini, ia telah mengalami perluasan fungsi. Ia dulu hanya tempat me­nyimpan air minum. Namun saat ini, beberapa sengaja diciptakan untuk memenuhi hasrat estetik pembuatnya. Kendi telah menjelma menjadi penanda peradaban. (M-2)

Penulis: Abdillah M Marzuqi
www.mediaindonesia.com