Dayang Ayu - Dideng Dang Ayu

Legenda Daerah Sumatra Barat

Lutung Kasarung dan Purbasari

Legenda Daerah Jawa Barat

Sangkuriang

Legenda Daerah Jawa Barat

Bawang Merah dan Bawang Putih

Legenda Rakyat Jawa Barat

Tarian Klasik Keraton Jawa

Legenda Daerah Jawa Tengah

Sabtu, 23 April 2016

Bawang Merah dan Bawang Putih

Zaman dahulu ada seorang anak bernama Bawang putih, ibunya sudah menginggal dan dia tinggal bersama seorang Ayah. Di desa itu juga tinggal tinggallah seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah. Karena kedua keluarga tersebut akrab ayah Bawang putih menikah lagi dengan ibu Bawang merah, supaya mereka tidak kesepian lagi. 

Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu kehidupan Bawang Putih sengsara, karena Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Setiap hari Bawang Putih harus mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri. 

Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. 

Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya. 

“Dasar ceroboh!, Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?” bentak ibu tirinya. 

Bawang putih segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Di lihatnya ke kanan dan ke kiri, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. 

“Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” Kata Bawang putih. 

“Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu. 

“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. 

Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya. “Permisi…!” kata Bawang putih. 

Seorang perempuan tua membuka pintu. “Siapa kamu nak?” tanya nenek itu. “Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih. “Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek. “Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih. “Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. 

“ Bolehkah, saya membawa nya kembali nek ?? “ tanya bawang putih. 

Nenek tersebut akan memberikannya kembali kepada Bawang Putih, asalkan Bawang Putih mau menemani Nenek tersebut selama seminggu. 

Kerena Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum. 

Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. 

Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih. Aku senang karena kau anak yang berbakti dan rajin. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek. 

Karena di paksa Sang nenek maka Bawang putih memilih labu yang kecil, sambil berkata “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,”. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah. 

Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. 

Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsung merebut emas dan permata tersebut. 

Bawang merah memaksa untuk memberi tahu dari mana asal emas tersebut. Bawang putih pun menceritakan nya. 

Mendengar cerita bawang putih, bawang merah berencana untuk melakukan hal yang sama. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. 

Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. 

Setelah seminggu akhirnya bawang merah meminta labu kuning seperti bawang putih. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi. 

Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.

Sumber : CeritaRakyatcom

Sabtu, 16 April 2016

Sangkuriang

Cerita ini berawal di sebuah daerah di Jawa Barat, ada seorang Putri bernama Dayang Sumbi, dia mempunyai seorang anak laki – laki bernama Sangkuriang. Kebiasaan Sangkuriang adalah berburu di dalam hutan.Tidak seperti pangeran biasanya yang selalu di iringi para pasukan, tetapi setiap berburu, dia selalu ditemani oleh seekor anjing kesayangannya yang bernama Tumang. 

Tumang sebenarnya adalah titisan dewa, dan juga bapak kandung Sangkuriang. Entah karena sebab apa, Dayang Sumbi tidak memberi tahu Sangkuriang tentang hal tersebut. Pada suatu hari, seperti biasanya Sangkuriang pergi ke hutan untuk berburu. Sambil berjalan berlahan-lahan, Sangkuriang mulai mencari buruan di lihatnya ke kanan dan ke kiri. Dia melihat ada seekor burung yang diam di pohon, lalu tanpa berpikir panjang Sangkuriang langsung menembaknya, dan tepat mengenai sasaran. 

Sangkuriang lalu menyuruh Tumang untuk mengambil burung buruan tersebut, tetapi Si Tumang tidak mau mengikuti perintah Sangkuriang dan diam saja. Sangkuriang menjadi sangat marah pada Tumang, di tendangnya dan di pukulnya Si Tumang lalu di tinggalkannya di dalam hutan. 

Sesampainya di rumah, Dayang Sumbi bertanya keberadaan Tumang, Sangkuriang menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Ketika mendengar tersebut, Dayang Sumbi menjadi sangat marah. Dipukul ke kepala Sangkuriang dengan menggunakan sendok nasi, hingga meninggalkan bekas luka di dahi kepalanya. 

Karena merasa kecewa dengan perlakuan ibunya, maka Sangkuriang memutuskan untuk pergi mengembara, dan meninggalkan rumahnya. 

Setelah amarah Dayang Sumbi reda, dan diketahui bahwa anaknya Sangkuriang telah pergi meninggalkannya, sangat sedih hati Dayang Sumbi. Ia berdoa setiap hari, dan meminta agar suatu hari dapat bertemu dengan anaknya kembali. 

Karena doa Dayang Sumbi yang sungguh – sungguh setiap hari, maka Dewa mendengarkan doa tersebut dan memberinya sebuah hadiah berupa kecantikan abadi. 

Setelah beberapa tahun waktu berlalu. Akhirnya Sangkuriang kembali pulang ke kampung halamannya. Sesampainya di sana, dia sangat takjub kerena kampung halamannya menjadi kampung yang lebih bagus. 

Setelah beberapa hari tinggal di sana, Sangkuriang di tengah jalan bertemu dengan seorang wanita yang sangat cantik jelita, yang tidak lain adalah Dayang Sumbi. Karena terpesona dengan kecantikan wanita tersebut, maka Sangkuriang langsung melamarnya. 

Lamaran Sangkuriang diterima oleh Dayang Sumbi, dan sepakat akan menikah di waktu dekat. Pada suatu pagi, ketika Sangkuriang hendak pergi berburu ke hutan. Sangkuriang meminta tolong calon istri nya Dayang Sumbi untuk memakaikan ikat kapalanya. Ketika merapikan rambut Sangkuriang, terkejutlah Dayang Sumbi, karena ia melihat ada bekas luka yang ada di kepala Sangkuriang. Bekas luka tersebut mirip dengan bekas luka anaknya. 

Setelah bertanya kepada Sangkuriang tentang penyebab lukanya itu, Dayang Sumbi bertambah tekejut, karena ternyata benar bahwa calon suaminya tersebut adalah anaknya sendiri. 

Mengetahui hal tersebut Dayang Sumbi sangat bingung sekali, karena dia tidak mungkin menikah dengan anaknya sendiri. Setelah Sangkuriang pulang berburu, Dayang Sumbi meminta sangkuriang untuk membatalkan rencana pernikahan mereka. Permintaan Dayang Sumbi tersebut tidak ditolak Sangkuriang, karena alasan Dayang Sumbi yang tidak jelas. 

Setiap hari Dayang Sumbi berpikir bagaimana cara agar pernikahan mereka tidak pernah terjadi. Setelah beberapa hari berpikir keras, akhirnya Dayang Sumbi menemukan ide terbaik. Dia mengajukan dua buah syarat yang tidak mungkin bisa di penuhi Sangkuriang. 

Dayang sumbi mengatakan dua buah syarat kepada Sangkuriang. Sebelum Dayang Sumbi dijadikan istri oleh Sangkuriang, dia harus dapat menyelesaikan syarat untuk sebagai hadiah perkawinan mereka, Jika tidak bisa maka Dayang Sumbi tidak mau menjadi istrinya. 

Syarat yang pertama Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk membuat sampan yang sangat besar untuk menyeberang sungai, dan yang kedua adalah ingin supaya sungai Citarum dibendung. Kedua syarat itu harus diselesai sebelum fajar menyingsing. 

Sangkuriang menyanggupi kedua permintaan Dayang Sumbi tersebut, dan berjanji akan menyelesaikannya sebelum fajar menyingsing. Karena Sangkuriang adalah anak dari tumang yaitu jelmaan dewa, maka ia mempunyai kesaktian, dengan kesaktian itu ia mengerahkan teman-temannya dari bangsa jin untuk membantu menyelesaikan tugasnya tersebut. 

Diam-diam, Dayang Sumbi mengintip hasil kerja dari Sangkuriang. Betapa terkejutnya dia, karena Sangkuriang hampir menyelesaiklan semua syarat yang diberikan Dayang Sumbi sebelum fajar. 

Dayang Sumbi mencari akal, ia meminta bantuan penduduk desa untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota dan memukul-mukul lesung seperti orang yang sedang menumbuk padi sehingga membuat ayam-ayam berkokok mengira hari mulai pagi. 

Sangkuriang langsung menghentikan pekerjaannya dan merasa tidak dapat memenuhi syarat yang telah diajukan oleh Dayang Sumbi. Ia mengetahui kalau itu semua adalah perbuatan Dayang Sumbi. 

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Sangkuriang lalu menjebol bendungan yang telah dibuatnya sendiri. Karena bendungan itu, maka seluruh kota terendam air dan menjadi seperti danau. Sampan yang telah dibuatnya ditendang sekuat tenaga. Sampan itu melayang dan jatuh tertelungkup, lalu menjadi sebuah gunung yang bernama Tangkuban Perahu.

Sumber : ceritarakyatcom

Sabtu, 09 April 2016

Lutung Kasarung dan Purbasari

Pada zaman dahulu ada seorang raja bernama Prabu Tapak Agung. Prabu Tapak Agung memimpin sebuah kerajaan di tatar pasundan. Dia terkenal sebagai seorang Raja yang bijaksana dan arif. Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri bernama Purbararang dan adiknya Purbasari, keduanya seorang putri yang cantik. 

Suatu saat Prabu Tapak Agung menderita penyakit dan tabib mengatakan bahwa umur Sang Prabu tidak akan lama lagi, dan pada saat mendekati akhir hayatnya Sang Prabu, menuliskan sebuah titah yaitu menunjuk Sang Putri bungsu yaitu Purbasari untuk meneruskan kerajaannya menjadi Seorang Ratu. 

Setelah sepeninggalan Prabu Tapak Agung, Purbasari di angkat menjadi seorang Ratu kerena titah Ayahnya. Melihat hal ini kakak Purbasari yang bernama Purbararang menjadi sangat marah. Ia tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah mereka. 

“Aku putri Sulung, seharusnya ayah memilih aku sebagai penggantinya,” kata Purbararang sambal menggerutu pada tunangannya yang bernama Indrajaya. 

Iri hati dan kemarahannya lama – kelamaan menjadikan dia semakin tidak suka dengan adiknya. Perasaan tersebut memuncak dan akhirnya membuat Sang Putri Purbararang mempunyai niat jahat kepada adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir, dan memanterai Purbasari sehingga kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. 

Purbararang menyebarkan gosip, bahwa adiknya terkena kutukan dan orang yang terkena kutukan tidak pantas menjadi seorang Ratu. Gosip itu menyebar di kalangan kerajaan dan juga masyarat sekitar, tidak lama kemudian Purbasari di usir dari kerajaan, dan di angkatnya Purbararang menjadi seorang Ratu. 

Purbasari di asingkan ke hutan bersama dengan seorang Patih yang di berikan tugas untuk membantu dia selama beberapa saat. Patih tersebut berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok tempat tinggal untuk Purbasari. Sang Prabu juga menghibur Purbasari, untuk tabah terhadap cobaan yang menimpanya. 

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam, hewan – hewan di sana menyebutnya Lutung kasarung. Lutung kasarung sangat perhatian kepada Purbasari. Dia selalu membantu Purbasari mencarikan buah-buahan dan menemani Purbasari bersama teman-temannya. 

Melihat penderitaan Purbasari, Lutung Kasarung pada saat malam bulan purnama berjalan ke tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum. 

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga tersebut. Pada awalnya Purbasari tidak mau menurutinya, tapi karena Lutung Kasarung memaksa, di turutinya lah permintaannya tersebut. Sesaat setelah Purbasari menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut. 

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. 

Purbararang tidak mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang. 

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. 

Purbasari pun kebingungan, dengan sepontan ia menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari. “Jadi monyet itu tunanganmu ?” kata Purbararang sambil tertawa terbahak-bahak.

Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung Kasarung yang dulunya seekor kera saat itu juga berubah menjadi seorang pemuda tampan dan gagah, lebih dari Indrajaya. 

Melihat kejadian tersebut semua orang menjadi terkejut, dan menyadari bahwa kutukan Purbasari adalah perbuatan Purbararang. Purbararang akhirnya mengakui kesalahannya selama dan Ia memohon maaf kepada adiknya. Purbasari yang baik hati memaafkan kesalahan sang kakak. Setelah kejadian itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana, kerajaan di tatar pasundan menjadi tenang dan damai. 

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda tampan dan gagah yang tidak lain adalah seekor lutung yang selama ini selalu mendampinginya di dalam hutan.

Sumber : ceritarakyatcom

Sabtu, 02 April 2016

Dayang Ayu - Dideng Dang Ayu

Dahulu kala hiduplah seorang raja bergelar Pasak Kancing. Permaisuri raja tersebut telah meninggal, sebelum sepeninggalan sang permaisuri dia di karuniai dua orang anak, seorang putra dan seorang putri. Kerena kesedihan sang raja yang terus menerus, keadaan kerajaan menjadi kacau balau tak terurus, termasuk kedua anak raja tersebut. Keadaan yang tidak nyaman terus terjadi di dalam kerajaan.

Setelah beberapa tahun berlalu dan Sang putra beranjak dewasa. Keadaan kerajaan tidak kunjung membaik, Sang putra pun memutuskan untuk meninggalkan istana. Pamitlah ia dengan adinda putri untuk merantau dan mencari rejeki ke negeri orang. Sebelum berpisah, kakak beradik membuat janji apabila keduanya mempunyai keturunan, maka keduanya akan menikahkan anaknya.

Sang kakak merantau ke negeri Pusat Jala dan kemudian menjadi raja di sana. Dari perkawinannya lahirlah seorang putra yang diberi nama Dang Bujang.

Sementara adik perempuannya yang tinggal di Pasak Kancing memperoleh seorang anak perempuan bernama Putri Dayang Ayu.

Dang Bujang dan Dayang Ayu mempunyai garis kehidupan yang sangat berbeda. Dang Bujang hidup sebagai anak raja, sedangkan Putri Dayang Ayu hidup dalam kemiskinan. Tetapi meskipun hidup dalam kemiskinan Putri Dayang Ayu diberikan anugrah kecantikan yang luar biasa.

Menginjak dewasa, Dang Bujang dinobatkan sebagai putra mahkota. Acara penobatan sangat meriah. Sebuah pesta besar digelar. Semua pangeran dan putri-putri dalam negeri dan negeri-negeri sekitar kerajaan Pusat Jala ikut memeriahkan pesta penobatan itu.

Raja Pusat Jalo teringat akan janjinya, maka diundanglah Putri Dayang Ayu dan ibunya. Maksud hati sang raja akan mengumumkan pertunangan Dang Bujang dengan Putri Dayang Ayu.

Ketika Putri Dayang Ayu dan ibunya datang ke acara tersebut. Para tamu – tamu lain terlena dan terkagum akan pancaran kecantikan Putri Dayang Ayu. Dang Bujang yang sedang menari dengan seorang putri pilihannya, tidak ada yang melihat, sepi sendiri di tengah arena pesta tersebut. Dang Bujang yang tidak tahu siapa yang datang, karena merasa dihina, tanpa berfikir panjang Dang Bujang mengusir Putri Dayang Ayu dan ibunya dengan kata-kata yang terlalu menusuk hati.

Merasa dihinakan tiada tara, dengan hati teramat kecewa dan keperihan yang dalam, pulanglah Putri Dayang Ayu dan ibunya kembali ke Pasak Kancing.

Demonilah ado meh di tanjung 

Karinak menjadi laro kain 
Demonilah ado meh di kandang 
Sanaklah menjadi orang lain 
Arolah kain buekkan dinding 
Buekkan dinding balai melintang 
Uranglah lain kau tunjukkan runding 
Lah nan sanak kau biakkan hilang 

Dengan hati lara dan putus asa Putri Dayang Ayu melangkah lunglai. 

Bahuma talang penyanit 
Dapatlah padi di tangkai lebat 
Manolah tanggo jalan ke langit 
Duduk di bumi salahlah sukat

Betapa murkanya sang Raja Pusat Jalo mendengar perlakuan Dang Bujang terhadap Putri Dayang Ayu dan ibunya, “Kejar mereka dan kau tak kuizinkan kembali ke istana ini tanpa membawa Putri Dayang Ayu.” Demikianlah titah sang raja pada putra mahkota, Dang Bujang. 

Dalam perjalanan pulang kembali ke Pasak Kancing, di tengah perjalanan ibu Putri Dayang Ayu wafat. Jadilah ia merambah hutan rimba seorang diri, hingga akhirnya dia bertemu dengan penguasa Bukit Sekedu, Nenek Rabiyah Sang Dewa Tua. Di ceritakannya segala duka lara sang putri. Mendengar cerita tersebut nenek Rabiyah berhasrat untuk menolong Putri Dayang Ayu. 

Atas bimbingan dan petunjuk nenek Rabiyah, Putri Dayang Ayu menuju telago larangan. Bergabunglah ia dengan delapan putri yang sedang mandi gembira ria. Ketika Putri Dayang Ayu Selendang mandi menggunakan selendang pemberian nenek Rabiyah, tiba – tiba selendang tersebut melekat erat di tubuh putri Dayang Ayu, sampai tubuh putri terlelap di air telaga, diiringi pernik-pernik warna pelangi. 

Sementara itu, Dang Bujang yang mencar putri Dayang Ayu, sampai ke puncak Bukit Sekedu. Dia bertemu dengan nenek Rabiyah, di ceritakannya penyeselan Dang Bujang, dan Ia ingin membawa Dayang Ayu kembali ke istana. ang, maka disuruhnya Dang Bujang ke telaga larangan agar dapat bersua dengan putri adik sepupunya. Pesan sang nenek kepada Dang Bujang, putri yang terakhir turun ke telaga, dialah Putri Dayang Ayu. 

Keesokan harinya, dengan berbekal pancing pemberian nenek Rabiyah, Dang Bujang menanti di telaga. Dengan merapal ajian yang diajarkan nenek Rabiyah, dipancingnyalah selendang terungguk di sembulan batu. Bidadari yang sedang turun mandi tak satu pun menyadari bahwa salah satu selendangnya telah berada di pelukan Dang Bujang. 

Betapa terkejut dan sedihnya Putri Dayang Ayu ditinggal sendiri karena tak lagi dapat terbang bersama dewi-dewi yang lain. Pupus tali dewa dewi dimainkan nasib peruntungan yang seorang pun tak ada yang tahu akhirnya. Tak ada pilihan, selain mengikuti bujukan dan paksaan Dang Bujang untuk kembali ke istana kerajaan Pusat Jalo. 

Kendati pesta perkawinan Dang Bujang dengan Putri Dayang Ayu sangat meriah, tujuh hari tujuh malam perhelatan akbar digelar, tapi tak berhasil memupus kesedihan Putri Dayang Ayu. Gundah gulana selalu mewarnai wajah ayu sang putri. Kebahagiaan dunia tak memupus kerinduannya pada kebahagiaan alam dewa-dewi. 

Berbagai tabib negeri telah berupaya mengobati sang putri yang semakin hari badannya menyusut bak api dalam sekam. Puncak kerinduan tiba pada saat Putri Dayang Ayu melahirkan. 

Suatu hari Putri Dayang Ayu berdiri di anjungan istana. sang putri berdoa ke singgasana Penguasa Alam. Secara perlahan tubuh Putri Dayang Ayu terangkat melayang melewati jendela anjungan istana. Dengan berkilauan air mata, mendengar tangisan bayinya di pembaringan Putri Dayang Ayu meninggalkan bayinya. 

Sang putri tak sepenuhnya menjelma menjadi dewi, tapi menjelma menjadi seekor elang dan terbang membumbung tinggi ke awan. Isak sedih serta kasih sayangnya pada anak yang ditinggalkannya terdengar sebagai suara elang di angkasa. 

Orang – orang selalu bercerita suara kelik Elang di angkasa adalah jelmaan Putri Dayang Ayu yang sedang terbang membawa lara hatinya, Karena ia harus menyusui anaknya yang tak pernah lagi kesampaian.

Sumber : Ceritarakyatcom